Perebutan Uang dan Kekuasaan di PSSI Djohar - Sriwijaya Soccer
Headlines News : http://sriwijaya-soccer.blogspot.com

Pasang Iklan detik.com | iklanipin.com

IKLAN PREMIUM

Download Gratis

Download gratis buku pelajaran sekolah Gratis
Dikirim oleh : Download Gratis, 07118673626 | Kunjungi Website

Tempat Pasang Iklan Gratis

Iklan Baris Gratis ini disediakan untuk anda sebagai pemilik usaha, barang dan jasa serta berbagai peluang bisnis dan peluang usaha supaya anda bisa menunjukkan - mempromosikan produk jasa anda kepada seluruh dunia di internet.
Dikirim oleh : RD Ads, 082179051000| Kunjungi Website

Bisnis Budi Daya Logam Mulia

Budi Daya Logam Mulia

/Franchise Network Marketing
Berminat Hub :Irwan Fikry |No Hp : 081271225320 Gabung Sekarang Juga!!
Home » » Perebutan Uang dan Kekuasaan di PSSI Djohar

Perebutan Uang dan Kekuasaan di PSSI Djohar

Written By Hamba Allah on Minggu, 10 Februari 2013 | 08.41

 
Perebutan Uang dan Kekuasaan di PSSI Djohar
Jakarta, Sriwijaya Soccer - Terkait Perekrutan Luis Manuel Blanco, proses 'pengambilannya' ternyata 'dipromotori' oleh mantan manajer timnas senior di Piala AFF 2012 yakni Habil Marati, bersama beberapa orang lainnya. Dari penelusuran, Habil Marati ternyata didukung penuh oleh Djohar. Dana dari pihak ketiga yang disebut-sebut Djohar ternyata berasal dari kas Isran Noor, bupati Kutai Timur yang menjabat Ketua Asosiasi Kabupaten Seluruh Indonesia. Kendati demikian, tidak diketahui besarnya dana yang digelontorkan oleh Isran Noor ini.

Yang jelas, Isran Noor sendiri tidak 'membuang' dananya secara sia-sia. Bupati Kutim ini dijanjikan untuk menduduki jabatan Ketua Badan Tim Nasional atau BTN PSSI, lembaga yang tercatat dalam Statuta PSSI 2007-2011 namun dibubarkan hanya melalui SK oleh Djohar Arifin. Menurut rencana, keberadaan BTN 'gaya baru' ini akan diumumkan awal pekan ini, dengan Isran Noor sebagai ketua dan Habil Marati menjadi wakilnya.

Akan tetapi, belum lagi bisa dipastikan apakah kelahiran BTN 'gaya baru' ini dapat segera direalisasikan. Pasalnya, seperti dikemukakan di awal tulisan ini, perlawanan terhadap 'keputusan' Djohar Arifin dalam menetapkan Luis Manuel Blanco sebagai pelatih kepala timnas senior sudah langsung ditunjukkan dari kalangan internal PSSI sendiri. Disamping Bob Hippy, yang menjabat koordinator timnas, sikap menentang juga dilontarkan Sihar Sitorus yang selama ini disebut-sebut mengucurkan dana talangan untuk timnas, serta Bernhard Limbong, penanggung jawab timnas.

Mereka berdalih, penunjukkan pelatih timnas harus melalui persetujuan rapat Exco. Tidak ujug-ujug seperti yang dilakukan oleh Djohar.

Kekesalan Bob Hippy, Sihar dan Limbong boleh jadi karena memang mereka tak dilibatkan. Apalagi, Isran Noor diplot untuk menduduki posisi strategis yang memayungi seluruh aspek terkait timnas, yakni Ketua BTN. Dalam penjabaran fungsi atau peran dan kewenangannya, BTN akan menjadi semacam lembaga 'superbodi' yang bertanggung jawab penuh atas timnas, termasuk dalam hal penggalangan dukungan finansial, atau sponsor, serta merekomendasikan pemain dalam seluruh strata tim, serta memilih atau merekomendasikan jajaran ofisial.

Kewenangan BTN yang nyaris mutlak terkait timnas ini tentu saja bisa mematikan peranan Bob Hippy sebagai koordinator timnas dan Limbong, penanggung jawab timnas. Walau fungsi koordinator dari Bob Hippy dan penanggung jawab Timnas yang melekat pada Limbong tidak jelas dan yang pasti tumpang-tindih, akan tetapi selama ini keduanya bisa seiring-sejalan, mungkin karena kepentingan masing-masing terakomodasi.

Berbeda kondisinya sekarang ini. Limbong amat geram dengan perekrutan dan penugasan Luis Manuel Blanco. Sampai-sampai pensiunan jenderal bintang satu ahli koperasi ini melontarkan pernyataan lantang, bahwa lebih baik menurunkan Djohar daripada melanggar keputusan Exco.

Jelas jika saat ini sedang terjadi 'benturan kepentingan' diantara pengurus teras PSSI 2011-2015. Indikatornya apalagi kalau bukan karena uang dan kekuasaan. Penentuan manajer untuk timnas senior untuk Pra Piala Asia, yang dijabat oleh Bupati Sarmi (Papua) sebelumnya disebut-sebut tak terlepas dari aroma kepentingan bisnis Sihar Sitorus dan Limbong. Sekarang, langkah yang sama dilakukan oleh Habil Marati, tentunya dengan memanfaatkan situasi dan dukungan orang-orang yang oportunis.
Menurut Prof Tjipta Lesmana, yang menjadi Ketua Komisi Banding Pemilihan (KBP) dalam proses pencarian figur pengurus untuk Kongres Pemilihan 2011, di negara mana pun tidak ada dua kompetisi dari level yang sama. Sekarang ini, di Indonesia, bukan hanya ada dua kompetisi dari level yang sama. Akan tetapi, dua kepengurusan. Kompetisi yang digelar bukan hanya dari strata profesional, akan tetapi juga seluruh kategori amatir.

Pengungkapan Tjipta Lesmana mengisyaratkan bahwa masyarakat harus cerdas dalam menelaah akar permasalahan terkait konflik PSSI ini. Walau demikian, bagi sebagian masyarakat, timnas-lah yang lebih penting. Pemikiran atau mindset ini pula yang tampaknya amat dipahami oleh Djohar Dkk. Sentimen kebanggaan pada timnas selalu menjadi 'senjata' yang paling ampuh untuk memperoleh dukungan dari masyarakat, termasuk kalangan media.

Sejak lama disebutkan bahwa elemen media sebenarnya mempunyai peranan penting dalam penyelesaian konflik PSSI. Masalahnya, dalam labirin konflik yang belum diketahui ujungnya ini, media justru terkesan 'terpecah' sehingga hal ini secara langsung atau tidak langsung 'termanfaatkan' oleh pengurus PSSI yang sebagian justru bersifat oportunis. Banyak orang-orang 'pintar' yang 'nyambi' dan bertahan dalam kepengurusan ini untuk mendapatkan keuntungan sendiri.

Kita memahami bahwa sepakbola mempunyai aturan-aturan sendiri. Dalam konteks ini, penyelesaian konflik PSSI tak sekadar siapa harus mengalah, atau kedua pihak harus sama-sama menahan diri. Aturannya sudah sangat jelas. Kepengerusan Djohar sudah diamputasi oleh mayoritas stakeholders sepakbola nasional, dan hanya karena proteksi atau kebaikan dari FIFA/AFC mereka masih bertahan.

Kesalahan terbesar memang ada pada FIFA/AFC yang tidak secara langsung menjatuhkan sanksi kepada PSSI setelah terbentuknya kepengurusan PSSI 2012-2016 dari KLB KPSI pada 18 Maret 2012 di Ancol. Jika saja FIFA konsisten pada statutanya sendiri, yang mengharamkan adanya dua asosiasi di satu negara, maka sepakbola Indonesia sudah harus dijatuhi sanksi berupa pembekuan.

Fakta yang lebih buruk menyusul tidak adanya sanksi itu adalah, Djohar Dkk terus melakukan kerusakan-kerusakan. Pembentukan pengprov-pengprov tandingan, dan klub-klub kloningan, adalah bentuk kerusakan tambahan (collateral damage) yang dibuat oleh PSSI 2011-2015. Tujuan utama Djohar Dkk membentuk pengprov dan klub-klub kloningan apalagi kalau bukan 'merusak' tatanan keanggotaan PSSI, termasuk anggota pemilik suara atau voters.

Karena itulah, Djohar selalu menyatakan bahwa mereka masih didukung oleh mayoritas voters dari KLB Solo--yang menghasilkan kepengurusan 2011/2015. Alasan dengan nuansa kebohongan itu pula yang selalu dilontarkan ke FIFA/AFC, terkait peserta Kongres Palangkaraya 2011 dan 2012.

Tubagus Adhi, wartawan senior, pengamat sepakbola dan mantan anggota Komite Media PSSI periode 2007-2011.
sumber: jaringnews
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Sriwijaya Soccer - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mang RD